Pages

Senin, 13 Mei 2013

Wawasan Nusantara



 1.     Pengertian Wawasan Nusantara

Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional. Sedangkan pengertian yang digunakan sebagai acuan pokok ajaran dasar Wawasan Nusantara sebagai geopolitik Indonesia adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dengan tetap menghargai dan menghormati kebhinekaan dalam setiap aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional.

·       Menurut Prof.Dr. Wan Usman
Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah air nya sebagai Negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam.

·       Menurut Kel. Kerja LEMHANAS 1999
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dan kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermsyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.

·         Menurut Ketetapan  MPR Tahun 1993 dan 1998 Tentang GBHN
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermsyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional. 

Menurut wikipedia Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografi nya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai ke bhinekaan untuk mencapai tujuan nasional. Mungkin dapat mengertikan lebih luas yaitu adalah bagai mana cara sikap bangsa atau orang dalam lingkungan dengan mementingkan persatuan, kesatuan dengan penyelenggaraan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Indonesia mempunyai berbagai suku bangsa dan budaya, dalam segi kehidupan terjadinya berbagai konflik karena perbedaan tersebut. Oleh karena itu dibuatlah pancasila dengan mengacu aspek kehidupan yang bersama dan berbangsa .Negara kita yaitu bangsa Indonesia jangan samapai terpecah belah, oleh karenannya kita sebagai rakyat Bangsa Indonesia harus menjaga kesatauan bangsa ini yang telah mendapat kemerdekaan dari para tokoh pejuang kita. Suatau negara telah mendapat kemerdekaan karena didalamnya terdapat satu kesatauan yang utuh dan tetap menjaganya.

2. Perbatasan Wilayah Negara Indonesia dengan Negara Lain

            Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai sekitar 81.900 kilometer, memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Timor Leste. Perbatasan darat Indonesia tersebar di tiga pulau, empat Provinsi dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing memiliki karakteristik perbatasan yang berbeda-beda. Demikian pula negara tetangga yang berbatasannya baik bila ditinjau dari segi kondisi sosial, ekonomi, politik maupun budayanya. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini (PNG). Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau dan termasuk pulau-pulau kecil. Beberapa diantaranya masih perlu penataan dan pengelolaan yang lebih intensif karena mempunyai kecenderungan permasalahan dengan negara tetangga.

Berikut adalah batas laut Indonesia dengan negara lain :

1.   Indonesia-Malaysia
Garis batas laut wilayah antara Indonesia dengan Malaysia adalah garis yang menghubungkan titik-titik koordinat yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama di Kuala Lumpur, pada 17 Maret 1977.
Berdasarkan UU No 4 Prp tahun 1960, Indonesia telah menentukan titik dasar batas wilayah lautnya sejauh 12 mil. Sebagai implementasi dari UU tersebut, beberapa bagian perairan Indonesia yang jaraknya kurang dari 12 mil laut, menjadi laut wilayah Indonesia. Termasuk wilayah perairan yang ada di Selat Malaka.
Pada Agustus 1969, Malaysia juga mengumumkan bahwa lebar laut wilayahnya menjadi 12 mil laut, diukur dari garis dasar yang ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan konvensi Jenewa 1958 (mengenai Laut Wilayah dan Contigous Zone). Sehingga timbul persoalan, yaitu letak garis batas laut wilayah masing-masing negara di Selat Malaka (di bagian yang sempit) atau kurang dari 24 mil laut. Adapun batas Landas Kontinen antara Indonesia dan Malaysia ditentukan berdasarkan garis lurus yang ditarik dari titik bersama ke titik koordinat yang disepakati bersama pada 27 Oktober 1969.
Atas pertimbangan tersebut, dilaksanakan perundingan (Februari-Maret 1970) yang menghasilkan perjanjian tentang penetapan garis Batas Laut Wilayah kedua negara di Selat Malaka. Penentuan titik koordinat tersebut ditetapkan berdasarkan Garis Pangkal masing-masing negara.
Dengan diberlakukannya Konvensi Hukum Laut Internasional 1982, maka penentuan titik dasar dan garis pangkal dari tiap-tiap negara perlu diratifikasi berdasarkan aturan badan internasional yang baru. Selama ini penarikan batas Landas Kontinen Indonesia dengan Malaysia di Perairan Selat Malaka berpedoman pada Konvensi Hukum Laut 1958.
MoU RI dengan Malaysia yang ditandatangani pada 27 Oktober 1969 yang menetapkan Pulau Jara dan Pulau Perak sebagai acuan titik dasar dalam penarikan Garis Pangkal jelas jelas merugikan pihak Indonesia, karena median line yang diambil dalam menentukan batas landas kontinen kedua negara tersebut cenderung mengarah ke perairan Indonesia.
Tidak hanya itu, Indonesia juga belum ada kesepakatan dengan pihak Malaysia tentang ZEE-nya. Penentuan ZEE ini sangat penting dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan masing-masing negara.
Akibat belum adanya kesepakatan ZEE antara Indonesia dengan Malaysia di Selat Malaka, sering terjadi penangkapan nelayan oleh kedua belah pihak. Hal ini disebabkan karena Malaysia menganggap batas Landas Kontinennya di Selat Malaka, sekaligus merupakan batas laut dengan Indonesia. Hal ini tidak benar, karena batas laut kedua negara harus ditentukan berdasarkan perjanjian bilateral.
Berdasarkan kajian Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, batas laut Indonesia dan Malaysia di Selat Malaka seharusnya berada di median line antara garis pangkal kedua negara yang letaknya jauh di sebelah utara atau timur laut batas Landas Kontinen. Berdasarkan ketentuan UNCLOS-82, sebagai coastal state, Malaysia tidak diperbolehkan menggunakan Pulau Jara dan Pulau Perak sebagai base line yang jarak antara kedua pulau tersebut lebih dari 100 mil laut.
Jika ditinjau dari segi geografis, daerah yang memungkinkan rawan sengketa perbatasan dalam pengelolaan sumber-sumber perikanan adalah di bagian selatan Laut Andaman atau di bagian utara Selat Malaka.

2.    Indonesia-Singapura
Penentuan titik-titik koordinat pada Batas Laut Wilayah Indonesia dan Singapura didasarkan pada prinsip sama jarak (equidistance) antara dua pulau yang berdekatan. Pengesahan titik-titik koordinat tersebut didasarkan pada kesepakatan kedua pemerintah.
Titik-titik koordinat itu terletak di Selat Singapura. Isi pokok perjanjiannya adalah garis Batas Laut Wilayah Indonesia dan laut wilayah Singapura di Selat Singapura yang sempit (lebar lautannya kurang dari 15 mil laut) adalah garis terdiri dari garis-garis lurus yang ditarik dari titik koordinat.
Namun, di kedua sisi barat dan timur Batas Laut Wilayah Indonesia dan Singapura masih terdapat area yang belum mempunyai perjanjian perbatasan. Di mana wilayah itu merupakan wilayah perbatasan tiga negara, yakni Indonesia, Singapura dan Malaysia.
Pada sisi barat di perairan sebelah utara pulau Karimun Besar terdapat wilayah berbatasan dengan Singapura yang jaraknya hanya 18 mil laut. Sementara di wilayah lainnya, di sisi timur perairan sebelah utara pulau Bintan terdapat wilayah yang sama yang jaraknya 28,8 mil laut. Kedua wilayah ini belum mempunyai perjanjian batas laut.
Permasalahan muncul setelah Singapura dengan gencar melakukan reklamasi pantai di wilayahnya. Sehingga terjadi perubahan garis pantai ke arah laut (ke arah perairan Indonesia) yang cukup besar. Bahkan dengan reklamasi, Singapura telah menggabungkan beberapa pulaunya menjadi daratan yang luas. Untuk itu batas wilayah perairan Indonesia – Singapura yang belum ditetapkan harus segera diselesaikan, karena bisa mengakibatkan masalah di masa mendatang. Singapura akan mengklaim batas lautnya berdasarkan Garis Pangkal terbaru, dengan alasan Garis Pangkal lama sudah tidak dapat diidentifikasi.
Namun dengan melalui perundingan yang menguras energi kedua negara, akhirnya menyepakati perjanjian batas laut kedua negara yang mulai berlaku pada 30 Agustus 2010. Batas laut yang ditentukan adalah Pulau Nipa dan Pulau Tuas, sepanjang 12,1 kilometer. Perundingan ini telah berlangsung sejak tahun 2005, dan kedua tim negosiasi telah berunding selama delapan kali. Dengan demikian permasalahan berbatasan laut Indonesia dan Singapura pada titik tersebut tidak lagi menjadi polemik yang bisa menimbulkan konflik, namun demikian masih ada beberapa titik perbatasan yang belum disepakati dan masih terbuka peluang terjadinya konflik kedua negara. Perbatasan Indonesia dan Singapura terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian tengah (disepakati tahun 1973), bagian Barat (Pulau Nipa dengan Tuas, disepakati tahun 2009) dan bagian timur (Timur 1, Batam dengan Changi (bandara) dan Timur 2 antara Bintan.

 3.    Indonesia-Thailand
Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan Thailand adalah garis lurus yang ditarik dari titik pertemuan ke arah Tenggara. Hal itu disepakati dalam perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan Thailand tentang penetapan Garis Batas Dasar Laut di Laut Andaman pada 11 Desember 1973.
Titik koordinat  batas Landas Kontinen Indonesia-Thailand ditarik dari titik bersama yang ditetapkan sebelum berlakunya Konvensi Hukum Laut PBB 1982. Karena itu, sudah selayaknya perjanjian penetapan titik-titik koordinat di atas ditinjau kembali.
Apalagi Thailand telah mengumumkan Zona Ekonomi Eksklusif dengan Royal Proclamation pada 23 Februari 1981, yang isinya; “The exclusive Economy Zone of Kingdom of Thailand is an area beyond and adjacent to the territorial sea whose breadth extends to two hundred nautical miles measured from the baselines use for measuring the breadth of the Territorial Sea”. Pada prinsipnya Proklamasi ZEE tersebut tidak menyebutkan tentang penetapan batas antar negara.

4.   Indonesia-India
Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan India adalah garis lurus yang ditarik dari titik pertemuan menuju arah barat daya yang berada di Laut Andaman. Hal itu berdasarkan persetujuan pada 14 Januari 1977 di New Delhi, tentang perjanjian garis batas Landas Kontinen kedua negara. Namun, pada beberapa wilayah batas laut kedua negara masih belum ada kesepakatan.

 5.   Indonesia-Australia
Perjanjian Indonesia dengan Australia mengenai garis batas yang terletak antara perbatasan Indonesia- Papua New Guinea ditanda tangani di Jakarta, pada 12 Februari 1973. Kemudian disahkan dalam UU No 6 tahun 1973, tepatnya pada 8 Desember 1973).
Adapun persetujuan antara Indonesia dengan Australia tentang penetapan batas-batas Dasar Laut, ditanda tangani paada 7 Nopember 1974. Pertama, isinya menetapkan lima daerah operasional nelayan tradisional Indonesia di zona perikanan Australia, yaitu Ashmore reef (Pulau Pasir); Cartier Reef (Pulau Ban); Scott Reef (Pulau Datu); Saringapatan Reef, dan Browse.
Kedua, nelayan tradisional Indonesia di perkenankan mengambil air tawar di East Islet dan Middle Islet, bagian dari Pulau Pasir (Ashmore Reef). Ketiga, nelayan Indonesia dilarang melakukan penangkapan ikan dan merusak lingkungan di luar kelima pulau tersebut.
Sementara persetujuan Indonesia dengan Australia, tentang pengaturan Administrative perbatasan antara Indonesia-Papua New Gunea; ditanda tangani di Port Moresby, pada 13 November 1973. Hal tersebut telah disahkan melalui Keppres No. 27 tahun 1974, dan mulai diberlakukan pada 29 April 1974. Atas perkembangan baru di atas, kedua negara sepakat untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan MOU 1974.

 6.   Indonesia-Vietnam
Pada 12 November 1982, Republik Sosialis Vietnam mengeluarkan sebuah Statement yang disebut “Statement on the Territorial Sea Base Line”. Vietnam memuat sistem penarikan garis pangkal lurus yang radikal. Mereka ingin memasukkan pulau Phu Quoc masuk ke dalam wilayahnya yang berada kira-kira 80 mil laut dari garis batas darat antara Kamboja dan Vietnam.
Sistem penarikan garis pangkal tersebut dilakukan menggunakan 9 turning point. Di mana dua garis itu panjangnya melebihi 80 mil pantai, sedangkan tiga garis lain panjangnya melebihi 50 mil laut. Sehingga, perairan yang dikelilinginya mencapai total luas 27.000 mil2.
Sebelumnya, pada 1977 Vietnam menyatakan memiliki ZEE seluas 200 mil laut, diukur dari garis pangkal lurus yang digunakan untuk mengukur lebar Laut Wilayah. Hal ini tidak sejalan dengan Konvensi Hukum Laut 1982, karena Vietnam berusaha memasukkan pulau-pulau yang jaraknya sangat jauh dari titik pangkal. Kondisi tersebut menimbulkan tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di sebelah utara Pulau Natuna.

 7.   Indonesia-Filipina
Berdasarkan dokumen perjanjian batas-batas maritim Indonesia dan Filipina sudah beberapa kali melakukan perundingan, khususnya mengenai garis batas maritim di laut Sulawesi dan sebelah selatan Mindanao (sejak 1973). Namun sampai sekarang belum ada kesepakatan karena salah satu pulau milik Indonesia (Pulau Miangas) yang terletak dekat Filipina, diklaim miliknya. Hal itu didasarkan atas ketentuan konstitusi Filipina yang masih mengacu pada treaty of paris 1898. Sementara Indonesia berpegang pada wawasan nusantara (the archipelagic principles) sesuai dengan ketentuan Konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS 1982).

 8.   Indonesia-Republik Palau
Republik Palau berada di sebelah Timur Laut Indonesia. Secara geografis negara itu terletak di 060. 51” LU dan 1350.50” BT. Mereka adalah negara kepulauan dengan luas daratan  ± 500 km2.
Berdasarkan konstitusi 1979, Republik Palau memiliki yuridiksi dan kedaulatan pada perairan pedalaman dan Laut Teritorial-nya hingga 200 mil laut. Diukur dari garis pangkal lurus kepulauan yang mengelilingi kepulauan.
Palau memiliki Zona Perikanan yang diperluas (Extended Fishery Zone) hingga berbatasan dengan Zona Perikanan Eksklusif, yang lebarnya 200 mil laut diukur dari garis pangkal. Hal itu menyebabkan tumpang tindih antara ZEE Indonesia dengan Zona Perikanan yang diperluas Republik Palau. Sehingga, perlu dilakukan perundingan antara kedua negara agar terjadi kesepakatan mengenai garis batas ZEE.

 9.   Indonesia-Timor Leste
Berdirinya negara Timor Leste sebagai negara merdeka, menyebabkan terbentuknya perbatasan baru antara Indonesia dengan negara tersebut. Perundingan penentuan batas darat dan laut antara RI dan Timor Leste telah dilakukan dan masih berlangsung sampai sekarang.
First Meeting Joint Border Committee Indonesia-Timor Leste dilaksanakan pada 18-19 Desember 2002 di Jakarta. Pada tahap ini disepakati penentuan batas darat berupa deliniasi dan demarkasi, yang dilanjutkan dengan perundingan penentuan batas maritim. Kemudian perundingan Joint Border Committee kedua diselenggarakan di Dilli, pada Juli 2003.

Berikut adalah Batas Darat Indonesia dengan negara lain :

1.  Indonesia-Malaysia
Pelanggaran perbatasan nagara Indonesia dengan negara tetangganya sering banyak dilanggar oleh Malaysia. Ini terbukti dengan adanya pelanggaran perbatasan wilayah negara yang masih terus dilakukan oleh negara tetangga. Malaysia lah yang paling sering melakukan pelanggaran batas wilayah RI. Pelanggaran wilayah darat, diantaranya berupa pemindahan titik-titik batas wilayah di Kalimantan Barat. Pemindahan patok batas terjadi di Sektro Tengah, Utara Gunung Mumbau, Taman Nasional Betung Kerihun, Kecamatan Putu Sibau, serta Kabupaten Kapuas Hulu. Selain itu, pelanggaran wilayah perbatasan darat juga dilakukan oleh para pelintas batas yang tidak memiliki dokumen yang sah. Permasalahan lain antar kedua negara ini adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan. Penetapan garis batas darat kedua negara di Selat Malaka dan laut Cina Selatan ditandatangai tanggal 27 oktober 1969 yang diratifikasi melalui Keppres No.89 tahun 1969 tanggal 5 November 1969/ LN No.54 dengan nama perjanjian Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of Malaysia Relating to the Delimitation of the Continental Shelves between the Two Countries. (Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Malaysia Tentang Penetapan Garis Batas Landas Kontinen antara Kedua Negara).

2.      Indonesia-Papua Nugini
Indonesia dan Papua Nugini telah menyepakati batas-batas wilayah darat dan maritim. Meskipun demikian, ada beberapa kendala kultur yang dapat menyebabkan timbulnya salah pengertian. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar penduduk yang terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional dapat berkembang menjadi masalah kompleks di kemudian hari.

3.   Indonesia-Timor Leste
Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah,  bahasa Indonesia,  serta berinteraksi secara  sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia.  Persamaan  budaya dan ikatan   kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan,  dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional,  dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks.  Disamping itu,  keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi permasalahan  perbatasan di kemudian hari.

Berdirinya negara Timor Leste sebagai negara merdeka, menyebabkan terbentuknya perbatasan baru antara Indonesia dengan negara tersebut. Perundingan penentuan batas darat dan laut antara RI dan Timor Leste telah dilakukan dan masih berlangsung sampai sekarang.

3.     Arti Indonesia sebagai Negara Kepulauan

Setelah diumumkan dan berlakunya ketentuan – ketentuan yang baru tentang konsepsi negara kepulauan (archipelagic state) tersebut, dapat diambil suatu definisi tentang negara kepulauan. Negara kepulauan artinya suatu Negara atau negara – negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan mencakup pulau-pulau lain. Selanjutnya ditentukan pula yang dimaksud dengan kepulauan. Kepulauan adalah suatu gugusan pulau termasuk bagian suatu kepulauan diantaranya (perairan saling bersambung) dan wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan intrinsic geografi, ekonomi, dan politik yang hakiki atau secara historis dianggap sebagai demikian (pasal 46 KHL 1982).

Lahirnya Konsepsi Negara Kepulauan 
Hal inilah yang dimaksud dengan Wawasan Nusantara, Konsepsi Nusantara yang bertujuan untuk menjamin kepentingan – kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara Republik Indonesia. 
 Ketentuan dalam Undang – undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960, antara lain :

§  Perairan Indonesia adalah laut wilayah Indonesia beserta perairan pedalaman Indonesia.
§  Laut wilayah Indonesia ialah lajur laut sebesar 12 mil laut yang garis luarnya diukur tegak lurus atas garis dasar atau titik pada garis dasar yang terdiri dari garis – garis lurus yang menghubungkan titik – titik terluar pada garis air rendah dari pada pulau – pulau atau bagian pulau – pulau yang terluar dalam wilayah Indonesia dengan ketentuan bahwa jika ada selat yang lebarnya tidak melebihi dari 24 mil laut dan negara Indonesia tidak merupakan negara satu – satunya negara tepi, garis batas laut wilayah Indonesia ditarik pada tengah selat.
§  Perairan pedalaman Indonesia ialah semua perairan yang terletak pada sisi dalam garis dasar.
§  Lalu lintas laut damai dalam perairan pedalaman Indonesia terbuka bagi kendaraan asing.

Garis Pangkal Kepulauan
Selanjutnya, konvensi baru ini juga menentukan tentang penarikan garis pangkal pada negara – negara kepulauan. Negara – negara kepulauan untuk keperluan menetapkan zona maritimnya, dapat menarik garis pangkal lurus kepulauan (straight archipelagic baseline) sampai sejauh 100 mil laut yang menghubungkan titik – titik terluar dari pulau terluar dan batu – batu karang. Selama rasio perbandingan antara air dengan daratan tidak melebihi 9:1 serta dengan ketentuan bahwa wilayah yg dihasilkan tidak memotong negara lain dari laut lepas dan ZEE (pasal 47 KHL 1982).

Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia, yang 2/3 wilayahnya merupakan wilayah lautan

            Indonesia merupakan negara maritim atau kepulauan terbesar didunia, antara pulau satu dengan pulau lainnya dipisahkan oleh laut, tapi bukanlah menjadi penghalang bagi setiap suku bangsa di Indonesia untuk saling berhubungan dengan suku-suku di pulau lainnya. Sejak zaman bahari, pelayaran dan perdagangan antar pulau telah berkembang dengan menggunakan berbagai macam tipe perahu tradisional, nenek moyang kita menjadi pelaut-pelaut handal yang menjelajahi untuk mengadakan kontak dan interaksi dengan pihak luar. Bahkan, yang lebih mengejutkan lagi, pelayaran yang dilakukan oleh orang-orang Indonesia (Nusantara) pada zaman bahari telah sampai ke Mandagaskar. Bukti dari berita itu sendiri adalah berdasarkan penelitian yang dilakukan yaitu tipe jukung yang sama yang digunakan oleh orang-orang Kalimantan untuk berlayar “Fantastis”. Pada zaman bahari telah menjadi Trade Mark bahwa Indonesia merupakan negara maritim. Indonesia merupakan negara maritim yang mempunyai banyak pulau, luasnya laut menjadi modal utama untuk membangun bangsa ini. Indonesia adalah “Negara kepulauan”, Indonesia adalah “Nusantara”, Indonesia adalah “Negara Maritim” dan Indonesia adalah “Bangsa Bahari”,”Berjiwa Bahari” serta “Nenek Moyangku Orang Pelaut” bukan hanya merupakan slogan belaka,

Laut dijadikan ladang mata pencaharian, laut juga dijadikan sebagai tempat menggalang kekuatan, mempunyai armada laut yang kuat berarti bisa mempertahankan kerajaan dari serangan luar. Memang, laut dalam hal ini menjadi suatu yang sangat penting sejak zaman dahulu sampai zaman sekarang. Dengan mengoptimalkan potensi laut menjadikan bangsa Indonesia maju karena Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengembangkan laut. Laut akan memberikan manfaat yang sangat vital bagi pertumbuham dan perkembangan perekonomian Indonesia atau perdaganagan pada khususnya.

            Melihat bagaimana kejayaan masa lampau diperoleh karena mengoptimalkan potensi laut sebagai sarana dalam suksesnya perekonomian dan ketahanan politik suatu negara, maka menjadi suatu hal yang wajar bila sekarang ini Indonesia harus lebih mengembangkan laut demi tercapianya tujuan nasional. Indonesia menyandang predikat “Negara Maritim” atau negara kepulauan,
            Konsekwensi sifat maritim itu sendiri lebih mengarah pada terwujudnya aktifitas pelayaran di wilayah Indonesia. Dalam kalimat ini bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan dalam membangun perekonomian akan senantiasa dilandasi oleh aktivitas pelayaran. Pentingnya pelayaran bagi Indonesia tentunya disebabkan oleh keadaan geografisnya, posisi Indonesia yang strategis berada dalam jalur persilangan dunia, membuat Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengembangkan laut. Laut akan memberikan manfaat yang sangat vital bagi pertumbuham dan perkembangan perekonomian Indonesia atau perdaganagan pada khususnya.


4.     Kondisi-kondisi yang membahayakan wilayah indonesia, khususnya pada pulau-pulau terluar

Pulau-pulau terluar biasanya adalah daerah terpencil, miskin bahkan tidak berpenduduk dan jauh dari perhatian pemerintah. Keberadaan pulau-pulau ini secara geografis sangatlah strategis, karena berdasarkan pulau inilah batas negara kita ditentukan. Pulau-pulau ini seharusnya mendapatkan perhatian dan pengawasan serius agar tidak menimbulkan permasalahan yang dapat menggangu keutuhan wilayah Indonesia, khususnya pulau yang terletak di wilayah perbatasan dengan negara negara yang tidak/ belum memiliki perjanjian (agreement) dengan Indonesia.
Ada beberapa kondisi yang membahayakan keutuhan wilayah jika terjadi pada pulau-pulau terluar, diantaranya :
  • Hilangnya pulau secara fisik akibat abrasi, tenggelam, atau karena kesengajaan manusia.
  • Hilangnya pulau secara kepemilikan, akibat perubahan status kepemilikan akibat pemaksaan militer atau sebagai sebuah ketaatan pada keputusan hukum seperti yang terjadi pada kasus berpindahnya status kepemilikan Sipadan dan Ligitan dari Indonesia ke Malaysia
  • Hilang secara sosial dan ekonomi, akibat praktek ekonomi dan sosial dari masyarakat di pulau tersebut. Misalnya pulau yang secara turun temurun didiami oleh masyarakat dari negara lain.
Berdasarkan inventarisasi yang telah dilakukan oleh DISHIDROS TNI AL, terdapat 92 pulau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, diantaranya :
  • Pulau Simeulucut, Salaut Besar, Rawa, Rusa, Benggala dan Rondo berbatasan dengan India
  • Pulau Sentut,, Tokong Malang Baru, Damar, Mangkai, Tokong Nanas, Tokong Belayar, Tokong Boro, Semiun, Subi Kecil, Kepala, Sebatik, Gosong Makasar, Maratua, Sambit, Berhala, Batu Mandi, Iyu Kecil, dan Karimun Kecil berbatasan dengan Malaysia
  • Pulau Nipa, Pelampong, Batu berhenti, dan Nongsa berbatasan dengan Singapura
  • Pulau Sebetul, Sekatung, dan Senua berbatasan dengan Vietnam
  • Pulau Lingian, Salando, Dolangan, Bangkit, Manterawu, Makalehi, Kawalusu, Kawio, Marore, Batu Bawa Ikang, Miangas, Marampit, Intata, kakarutan dan Jiew berbatasan dengan Filipina
  • Pulau Dana, Dana (pulau ini tidak sama dengan Pulau Dana yang disebut pertama kali, terdapat kesamaan nama), Mangudu, Shopialoisa, Barung, Sekel, Panehen, Nusa Kambangan, Kolepon, Ararkula, Karaweira, Penambulai, Kultubai Utara, Kultubai Selatan, Karang, Enu, Batugoyan, Larat, Asutubun, Selaru, Batarkusu, Masela dan Meatimiarang berbatasan dengan Australia
  • Pulau Leti, Kisar, Wetar, Liran, Alor, dan Batek berbatasan dengan Timor Leste
  • Pulau Budd, Fani, Miossu, Fanildo, Bras, Bepondo danLiki berbatasan dengan Palau
  • Pulau Laag berbatasan dengan Papua Nugini
  • Pulau Manuk, Deli, Batukecil, Enggano, Mega, Sibarubaru, Sinyaunau, Simuk dan wunga berbatasan dengan samudra Hindia
Diantara 92 pulau terluar ini, ada 12 pulau yang harus mendapatkan perhatian serius dintaranya:

1. Pulau Rondo
Pulau Rondo terletak di ujung barat laut Propinsi Nangro Aceh Darussalam (NAD). Disini terdapat Titik dasar TD 177. Pulau ini adalah pulau terluar di sebelah barat wilayah Indonesia yang berbatasan dengan perairan India.
2. Pulau Berhala
Pulau Berhala terletak di perairan timur Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Di tempat ini terdapat Titik Dasar TD 184. Pulau ini menjadi sangat penting karena menjadi pulau terluar Indonesia di Selat Malaka, salah satu selat yang sangat ramai karena merupakan jalur pelayaran internasional.
3. Pulau Nipa
Pulau Nipa adalah salah satu pulau yang berbatasan langsung dengan Singapura. Secara Administratif pulau ini masuk kedalam wilayah Kelurahan Pemping Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Propinsi Kepulauan Riau. Pulau Nipa ini tiba tiba menjadi terkenal karena beredarnya isu mengenai hilangnya/ tenggelamnya pulau ini atau hilangnya titik dasar yang ada di pulau tersebut. Hal ini memicu anggapan bahwa luas wilayah Indonesia semakin sempit.
Pada kenyataanya, Pulau Nipa memang mengalami abrasi serius akibat penambangan pasir laut di sekitarnya. Pasir pasir ini kemudian dijual untuk reklamasi pantai Singapura. Kondisi pulau yang berada di Selat Philip serta berbatasan langsung dengan Singapura disebelah utaranya ini sangat rawan dan memprihatinkan.
Pada saat air pasang maka wilayah Pulau Nipa hanya tediri dari Suar Nipa, beberapa pohon bakau dan tanggul yang menahan terjadinya abrasi. Pulau Nipa merupakan batas laut antara Indonesia dan Singapura sejak 1973, dimana terdapat Titik Referensi (TR 190) yang menjadi dasar pengukuran dan penentuan media line antara Indonesia dan Singapura. Hilangnya titik referensi ini dikhawatirkan akan menggeser batas wilayah NKRI. Pemerintah melalui DISHIDROS TNI baru-baru ini telah mennam 1000 pohon bakau, melakukan reklamasi dan telah melakukan pemetaan ulang di pulau ini, termasuk pemindahan Suar Nipa (yang dulunya tergenang air) ke tempat yang lebih tinggi.
4. Pulau Sekatung
Pulau ini merupakan pulau terluar Propinsi Kepulauan Riau di sebelah utara dan berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 030 yang menjadi Titik Dasar dalam pengukuran dan penetapan batas Indonesia dengan Vietnam.
5. Pulau Marore
Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan langsung dengan Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 055.
6. Pulau Miangas
Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan langsung dengan Pulau Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 056.
7. Pulau Fani
Pulau ini terletak Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi Irian Jaya Barat, berbatasan langsung dengan Negara kepulauanPalau. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 066.
8. Pulau Fanildo
Pulau ini terletak di Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi Irian Jaya Barat, berbatasan langsung dengan Negara kepulauanPalau. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 072.
9. Pulau Bras
Pulau ini terletak di Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi Irian Jaya Barat, berbatasan langsung dengan Negara Kepualuan Palau. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 072A.
10. Pulau Batek
Pulau ini terletak di Selat Ombai, Di pantai utara Nusa Tenggara Timur dan Oecussi Timor Leste. Dari Data yang penulis pegang, di pulau ini belum ada Titik Dasar
11. Pulau Marampit
Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan langsung dengan Pulau Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 057.
12. Pulau Dana
Pulau ini terletak di bagian selatan Propinsi Nusa Tenggara Timur, berbatasan langsung dengan Pulau Karang Ashmore Australia. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 121

5.  Provinsi ke 34 Indonesia dan asal usul terbentuknya provinsi tersebut.
Rapat Paripurna DPR RI menSahkan bahwa Provinsi Kalimantan Utara adalah Sebagai Provinsi Ke-34 di Indonesia.
Pengesahan Provinsi Kalimantan Utara sebagai provinsi baru di Indonesia ini disepakati setelah sebelumnya Komisi II DPR bersama pemerintah (Kemendagri), menggodok Rancangan Undang-Undang Pembentukan Daerah Otonom Baru dalam pembicaraan tingkat I di DPR. Ketua Komisi II DPR, Agun Gunanjar berharap dengan disahkannnya Provinsi Kalimantan Utara, tidak ada lagi pencaplokan pulau oleh negara tetangga, Malaysia.
“Khusus pembentukan Provinsi Kalimatan Utara, yang menjadi provinsi ke-34 di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara Malaysia, Komisi II berharap pencaplokan pulau sipadan dan pulau ligitan seperti terjadi pada tahun 2002 tidak akan terjadi lagi,” terang Agun Gunanjar dalam rapat paripurna di Gedung DPR. “Berdasarkan prinsip efektifitas, perlu adanya tindakan nyata dari pemerintah yang berdampak pada rawannya pencaplokan daerah baik darat maupun laut,”

Asal-Usul Terbentuknya Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara)

Kalimatan Timur adalah provinsi awal pada Peta provinsi (sebelum dimekarkan menjadi dua provinsi)
Kalimantan Timur bagian utara merupakan bekas wilayah Kesultanan Bulungan. Daerah Kesultanan Bulungan merupakan bekas daerah milik Kerajaan Berau yang melepaskan diri. Kerajaan Berau menurut Hikayat Banjar termasuk dalam pengaruh mandala Kesultanan Banjar sejak zaman dahulu kala, ketika Kesultanan Banjar masih bernama Kerajaan Negara Dipa/Kerajaan Negara Daha. Dalam tahun 1853, Bulungan sudah dimasukkan dalam wilayah pengaruh Belanda. Sampai tahun 1850, Bulungan/Kaltara berada di bawah Kesultanan Sulu. Pada tanggal 13 Agustus 1787, Kesultanan Banjar beserta vazal-vazalnya di Kalimantan jatuh menjadi daerah protektorat VOC Belanda, maka Kompeni Belanda membuat batas-batas wilayah di Borneo berdasarkan batas-batas klaim Kesultanan Banjar yaitu wilayah paling barat adalah Sintang dan wilayah paling timur adalah Berau (termasuk Bulungan & Tidung). Sesuai peta Hindia Belanda tahun 1878 saat itu menunjukkan posisi perbatasan jauh lebih ke utara dari perbatasan Kaltim-Sabah hari ini, karena mencakupi semua perkampungan suku Tidung yang ada di wilayah Tawau.

Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara Atasi Ancaman Hilangnya Wilayah

Pembentukan provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) –terpisah dari Kalimantan Timur– adalah untuk mengatasi ancaman hilangnya wilayah karena pengamanan kawasan perbatasan menghadapi kendala keterbatasan aparat, serta kelemahan prasarana perhubungan yang dihadapkan dengan wilayah terlalu luas. “Dengan terbentuk Kaltara, maka secara otomotis terbentuk sejumlah lembaga setingkat provinsi misalnya kejati, kapolda dan korem. Selama ini, wilayah utara Kaltim paling rawan kasus penyelundupan, tebang liar , pencurian ikan, penambangan liar. Sementara aparat keamanan beralasan menghadapi masalah dengan keterbatasan personel, peralatan dan keuangan akibat terlalu luasnya wilayah yang dikawal,” kata Bupati Bulungan, Budiman Arifin yang dihubungi di Tanjung Selor.
Bupati Bulungan yang didampingi Kepala Bagian Humas Pemkab Bulungan, Yahdian Noor menjelaskan bahwa untuk merealisasikan pembentukan Kaltara, maka telah digelar pertemuan yang melibatkan lima bupati/walikota wilayah utara itu di Bulungan. “Kaltara mendesak terbentuk karena salah satu arti strategisnya, yakni penanganan wilayah perbatasan yang terabaikan akibat wilayah Kaltim begitu luas dengan kondisi pengamanan serta terbatas baik personil, serta prasarana dan sarana perhubungan,” papar dia.
Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) yang wilayahnya meliputi 1 kota dan 4 kabupaten, yaitu::

Tidak ada komentar:

Posting Komentar