Sebuah Surat hati
Dalam tiap langkah kaki menapak, aku ada. Dalam
tiap hari menjelang, aku pun terbit. Laksana mentari di atas sana yang
tak bosan menerangi sekalipun banyak awan nakal sesekali menutup indah
terangnya, juga seperti tiap ibu yang mengasihi anaknya sekalipun banyak
durhaka tercipta dalam tiap langkah menuju kedewasaan... aku tetap di
sana. Menyunggingkan sebuah senyum sambil mengawasi tiap mereka yang
butuh aku.
Sama seperti Rupiah yang bermimpi tuk jadi Dollar, ia pun
dulu adalah seorang pemimpi. Hidup dalam impian terbayang indahnya dunia
luar. Namun kini, mimpi itu selangkah demi selangkah telah menuju
puncaknya. Lihat bagaimana mudahnya sebuah perubahan itu tercipta. Hanya
perlu menambahkan 1 huruf tuk jadi berbeda, seorang yang berguna. Dari
“pemimpi” tuk jadi “pemimpin” kita hanya perlu menambahkan sebuah “n”.
Lalu, bagaimana dengan kalian?
Aku mampu hadir dalam tiap hati,
kecuali jika ambisi berlebih, dengki, kerakusan, serta dendam yang telah
menempati posisinya terlebih dulu. Namun, aku akan tetap menunggu.
Menanti dan terus menanti. Sampai semua yang membutuhkanku sudah tak ada
lagi di dunia ini.
Sama seperti hari-hari sebelumnya, hari ini aku
tetap menemaninya. Melangkah bersama dalam tiap suka dan dukanya.
Menguatkan hatinya di kala gundah dan saat semua hitam memenuhi
kalbunya. Bagi gadis ini, akulah pengubah hidupnya. Sedikit demi
sedikit, topeng yang selama ini dikenakannya sudah mulai dilepas. Mantel
imam yang selama ini dihindari sentuhannya pun sudah mulai dikenakannya
kembali. Hidupnya sudah jauh lebih indah dibandingkan dulu. Masih ingat
kala itu, saat ia sudah sangat putus asa. Hanya kematian yang jadi
jawaban baginya. Hanya tinggal hitungan menit tuk sampai kembali kepada
Pencipta. Namun, saat itu dia menangis. Meratap dan mengutuk diri atas
semua dosa yang telah terukir. Karena itu, aku hadir. Kembali memulihkan
kalbunya yang sudah terlanjur terluka parah.
Hingga kini, hanya
dalam hitungan tahun, ia akan jadi seorang yang berbeda. Seorang yang
mampu berbuah tuk sesamanya. Oleh karena itu, aku tetap menemani.
Mengawasi tiap harinya sampai sang Pemimpi tak perlu lagi lelah
bermimpi. Biarlah sayap itu mampu terbentang lebar atas birunya
sangkakala. Ya... sebagai sang Pemimpin... baik atas sesama makhluk
ciptaan-Nya maupun atas dirinya sendiri.
Sekarang, aku rasa kalian
sudah dapat menebak siapa aku. Aku adalah cinta kasih, ketulusan, dan
semua indah yang telah Tuhan ciptakan tuk kalahkan keegoisan diri. Mudah
rasanya tuk melangkah lurus ke depan, tapi tak semua mereka memiliki
aku. Alhasil, hanya usaha hampa tanpa ada sedikitpun kepuasan yang
dihasilkan. Jika hanya Rupiah yang dijadikan patokan kesuksesan, akankah
itu bisa untuk selamanya? Jika hanya Rupiah yang dijadikan pemuas
kehidupan, benarkah kebahagiaan itu ada?
Sama seperti para dokter di
luar sana. Mereka diibaratkan sebagai penyembuh sakit. Inilah akar
konflik yang telah eksis dan terus berkembang. Pandangan yang terlalu
positif itu seringkali jadi bumerang bagi rekan-rekan lainnya. Apakah
seorang dokter dikatakan sukses hanya dengan menilai jumlah Rupiah yang
dihasilkannya per bulan? Benarkah itu yang terikrar dalam Sumpah Dokter
tanda kelulusan? Bagiku, kesuksesan seorang dokter adalah mereka mampu
menyembuhkan sesama, baik jasmani maupun mentalnya. Lantas, benarkah
jika seorang dokter hanya melakukan cek TTV (tanda-tanda vital) seadanya
saja yang bahkan dapat dihitung dalam detik lalu menulis resep seadanya
itu dikatakan bahwa mereka telah mendedikasikan diri dan gelar mereka
tuk sesama? Ingat kawan, memang waktu adalah uang, namun tak setiap
detik boleh kau ibaratkan sebagai Rupiah.
Seorang kaya yang mandi di
atas tiap puing Rupiah, benarkah mereka dapat dikatakan telah meraih
kesuksesan? Benarkah hartanya dapat menemaninya jika hanya ada kematian
menjemput? Bukankah hidup itu indah jika kita berarti bagi sesama? Yang
dapat menilai eksistensi diri kita hanyalah orang lain. Demikianlah
seperti bibir dan pipi yang sangat berdekatan. Namun sang Bibir takkan
mampu mencium sang Pipi. Yang dapat mencium pipi kita hanyalah orang
lain. Bahkan, saat kematian menjemput, bukankah kita hanya dapat hidup
dalam hati dan kenangan mereka yang tertinggalkan? Lantas, apa gunanya
materi itu jika kita tak punya hati nurani. Hanya akan jadi kosong yang
hanya dapat hidup dalam hitungan menit kemudian terlupa untuk selamanya.
Hanya akan terlapis topeng dan tersumpal bualan, bak lidah ular yang
bercabang. Namun, hati nurani akan selamanya berupa hati nurani. Takkan
ada yang sanggup menggantinya, menutupinya, ataupun memalsukannya.
Untuk
itu, aku ada. Memimpin tiap mereka tuk raih kesuksesan, baik dalam arti
materi duniawi maupun materi akhirat. Kalau kau bilang, ularlah yang
salah ketika menghasut Hawa yang kemudian memulai keruntuhan manusia,
bagiku semuanya sama saja, baik ular, Hawa, Adam, maupun Eden. Tak ada
yang lebih salah dari yang lainnya, begitu juga tak ada yang lebih
benar. Semuanya merupakan tersangka utama. Oleh karena itu, aku hadir
tuk kuatkan agar tahan godaan. Hanya jiwa yang mengasihi yang mampu
menolong sesama tanpa harap akan apapun selain sebuah ucapan terima
kasih. Hanya ketulusan yang membuat manusia tak saling mendengki lalu
saling menjatuhkan.
Melihat banyak mata kalian menatap, tampaknya
banyak tugas yang harus kukerjakan. Tenang saja Kawan, kami akan tetap
hadir tuk tiap kalian. Bukalah hati kalian, maka kami akan ada di sana.
Sekarang, sudah siapkah kalian untuk mengecap perubahan? Ingat, hanya
perlu usaha yang tak sulit tuk jadi seorang yang berguna, dari seorang
pemimpi tuk jadi pemimpin. Lantas, apakah kalian masih ingin disibukkan
oleh hal-hal semu? Ataukah kalian sudah siap tuk rasakan gejolak
kehidupan yang lebih bermakna? Hanya tiap kalian yang mampu
menjawabnya... Kini, biarkanlah aku terlelap dalam lautan
bintang-bintang sembari menunggu. Ya... menunggu kalian.
Salam hangat selalu,
Hati nurani
sumber :http://id.shvoong.com/humanities/1926156-cerpen-motivasi/
Opini
: Materi terkadang membuat kita lupa diri akan kehidupan . Dimana lupa
dengan seseorang yang telah membesarkan nama kita , dan lupa dengan
orang yang telah memberikan kehidupan kita jauh lebih baik dan baik lagi
..Kadang tidak ada maksud dalam benak kita untuk melupakan orang
tersebut. tetapi karna jauhnya tempat tinggal agar bisa bertemu kembali
dengan teman2 yang kita sayang, ditambah kesibukan yang membuat kita
sempat terlupa dengan teman2 lama kita .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar