Pages

Selasa, 31 Desember 2013

Pahlawan Nasional : Mohammad Hatta asal Sumatera Barat

Dr. Drs. H.
Mohammad Hatta
Wakil Presiden Indonesia ke-1
Masa jabatan
18 Agustus 1945 – 1 Desember 1956
Presiden Soekarno
Didahului oleh Tidak ada, jabatan baru
Digantikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Perdana Menteri Indonesia ke-3
Masa jabatan
29 Januari 1948 – 5 September 1950
Presiden Soekarno
Didahului oleh Amir Sjarifuddin
Digantikan oleh Susanto Tirtoprodjo (20/12/1949) Muhammad Natsir (5/9/1950)
Menteri Pertahanan Republik Indonesia ke-4
Masa jabatan
29 Januari 1948 – 4 Agustus 1949
Presiden Soekarno
Didahului oleh Amir Sjarifuddin
Digantikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Informasi pribadi
Lahir 12 Agustus 1902 Bendera Belanda Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi, Sumatera Barat), Hindia Belanda
Meninggal 14 Maret 1980 (umur 77) Bendera Indonesia Jakarta, Indonesia
Kebangsaan Indonesia
Partai politik Non partai
Suami/istri Rahmi Rachim
Anak Meutia Hatta Gemala Hatta Halida Hatta
Agama Islam
Tanda tangan



Dr.(H.C) Drs. H. Mohammad Hatta (lahir dengan nama Muhammad Athar, populer sebagai Bung Hatta; lahir di Fort de Kock (sekarang Bukittinggi, Sumatera Barat), Hindia Belanda, 12 Agustus 1902 – meninggal di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun) adalah pejuang, negarawan, ekonom, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Ia bersama Soekarno memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda sekaligus memproklamirkannya pada 17 Agustus 1945. Ia juga pernah menjabat sebagai Perdana Menteri dalam Kabinet Hatta I, Hatta II, dan RIS. Ia mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun 1956, karena berselisih dengan Presiden Soekarno. Hatta juga dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Bandar udara internasional Jakarta, Bandar Udara Soekarno-Hatta, menggunakan namanya sebagai penghormatan terhadap jasa-jasanya. Selain diabadikan di Indonesia, nama Mohammad Hatta juga diabadikan di Belanda yaitu sebagai nama jalan di kawasan perumahan Zuiderpolder, Haarlem dengan nama Mohammed Hattastraat. Pada tahun 1980, ia meninggal dan dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta. Bung Hatta ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 23 Oktober 1986 melalui Keppres nomor 081/TK/1986/[1]

Kehidupan awal

Latar belakang

Mohammad Hatta lahir dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha. Ayahnya merupakan seorang keturunan ulama tarekat di Batuhampar, dekat Payakumbuh, Sumatera Barat.[2] Sedangkan ibunya berasal dari keluarga pedagang di Bukittinggi. Ia lahir dengan nama Muhammad Athar pada tanggal 12 Agustus 1902. Namanya, Athar berasal dari bahasa Arab, yang berarti "harum".[3] Ia merupakan anak kedua, setelah Rafiah yang lahir pada tahun 1900. Sejak kecil, ia telah dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat melaksanakan ajaran agama Islam. Kakeknya dari pihak ayah, Abdurahman Batuhampar dikenal sebagai ulama pendiri Surau Batuhampar, sedikit dari surau yang bertahan pasca-Perang Padri.[4] Sementara itu, ibunya berasal dari keturunan pedagang. Beberapa orang mamaknya adalah pengusaha besar di Jakarta.
Ayahnya meninggal pada saat ia masih berumur tujuh bulan.[3] Setelah kematian ayahnya, ibunya menikah dengan Agus Haji Ning, seorang pedagang dari Palembang,[5] Haji Ning sering berhubungan dagang dengan Ilyas Bagindo Marah, kakeknya dari pihak ibu. Dari perkawinan Siti Saleha dengan Haji Ning, mereka dikaruniai empat orang anak, yang kesemuanya adalah perempuan.[3]

Pendidikan dan pergaulan

Mohammad Hatta pertama kali mengenyam pendidikan formal di sekolah swasta.[6] Setelah enam bulan, ia pindah ke sekolah rakyat dan sekelas dengan Rafiah, kakaknya. Namun, pelajarannya berhenti pada pertengahan semester kelas tiga.[7] Ia lalu pindah ke ELS di Padang (kini SMA Negeri 1 Padang) sampai tahun 1913,[7] kemudian melanjutkan ke MULO sampai tahun 1917. Selain pengetahuan umum, ia telah ditempa ilmu-ilmu agama sejak kecil. Ia pernah belajar agama kepada Muhammad Jamil Jambek, Abdullah Ahmad, dan beberapa ulama lainnya.[8] Selain keluarga, perdagangan memengaruhi perhatian Hatta terhadap perekonomian. Di Padang, ia mengenal pedagang-pedagang yang masuk anggota Serikat Usaha dan juga aktif dalam Jong Sumatranen Bond sebagai bendahara.[9] Kegiatannya ini tetap dilanjutkannya ketika ia bersekolah di Prins Hendrik School. Mohammad Hatta tetap menjadi bendahara di Jakarta.[10]
Kakeknya bermaksud akan ke Mekkah, dan pada kesempatan tersebut, ia dapat membawa Mohammad Hatta melanjutkan pelajaran di bidang agama, yakni ke Mesir (Al-Azhar).[11] Ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas surau di Batu Hampar yang memang sudah menurun semenjak ditinggalkan Syaikh Abdurrahman. Tapi, hal ini diprotes dan mengusulkan pamannya, Idris untuk menggantikannya.[11] Menurut catatan Amrin Imran, Pak Gaeknya kecewa dan Syekh Arsyad pada akhirnya menyerahkan kepada Tuhan.[12]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar